Senin, 21 November 2011

Budaya Salatiga , Batik Plumpungan

batik plumpungan khas salatiga

Orang menyebut Batik, pasti pikiran kita membayangkan selembar kain yang bermotif dan bercorak unik dan sangat khas, tata warna dan motifnya merupakan bagian dari alam dan lingkungan kita sehari-hari.
Kota salatiga sendiri telah menemukan corak / motif batik khas salatiga, yakni Batik Plumpungan yang ide dasarnya mengambil bongkahan batu tulis Prasasti Plumpungan yang terletak di dukuh Plumpungan Kelurahan Kauman Kidul Kecamatan Sidorejo. Ciri-ciri batik plumpungan ini bergambar dua bulatan sedikit lonjong berukuran besar dan kecil saling berimpit. Bentuk ini persis menyerupai Prasasti Selo ( batu ) Plumpungan apabila dilihat dari sudut pandang atas sedangkan isen-isennya dapat diisi sesuai kreasi dan variasi pembatiknya.Variasi bentuk dan gaya bisa beragam dapat mengambil gambar gambar seperti yoni, lingga, lumping, nandi dan symbol-simbol prasasti Plumpungan yang semuanya berasal dari benda-benda bersejarah yang dijumpai di Salatiga.

Macam bahan untuk membatik
Pada dasarnya untuk keperluan kerajinan membatik dibutuhkan bahan baku yang sangat penting diantaranya adalah Kain Mori berwarna putih bersih. Kain mori ini ada berbagai tingkatan kualitasnya. Kain yang berasal dari tenunan serat kapas yang paling baik biasanya disebut mori primisama atau mori capsen dan mori yang kualitasnya tidak bagus disebut kain mori blaco warnanya kusam dan kasar.

Selain Kain Mori sebagai bahan dasar, juga diperlukan lilin atau malam yang diolah untuk membuat motif batik diatas bahan mori dengan maksud mencegah masuknya zat pewarna kedalam pori-pori mori. Bahan malam atau lilin ini yang baik adalah yang lentur tidak mudah retak kalau kering dan lekatannya pekat dan kuat. Biasanya bahan ini digunakan untuk embuatan batik tulis yang halus penuh kecermatan dan ketelitian. Untuk Pewarnaan para perajin batik bisa mempergunakan zat pewarna sintetis maupun pewarna alami. Zaman dulu sebelum ditemukan zat pewarna buatan pabrik, para perajin batik menggunakan zat pewarna alami. Bahan pewarna ini bisa berasal dari kulit pohon, dan dedaunan. Warna-warna alami biasanya cokelat, biru dan hitam. Warna sogan ( kecoklatan ) diketahui erasal dari rebusan kulit atang pohon mahoni, semtara warna hitam adalah hasil perpaduan sogan dan biru.

Sedangkan warna biru diperoleh dari hasil fermentasi air redaman daun Tom (indigofera tinctoria ) yang mengalami oksidasi setelah dicamur kapur gamping. Buah pinang akan menghasilkan warna merah, daun mangga bisa menghasilkan warna hijau muda bahkan kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan warna kuning emas. Hasil pewarnaan alami membatik ini sangat ramah lingkungan. Salah satu yang paling santer dikeluhkan masyarakat sekitar adalah pencemaran sungai akibat limbah pembuangan proses pencelupan batik di sentra pembuatan kerajinan batik. Bila menggunakan zat pewarna alam maka pencemaran lingkungan tidak membahayakan, sebaliknya zat pewarna sintetis itulah yang merusak lingkungan karena padat kimia. Semantara ini batik dengan pewarna alami banyak dicari orang, terutama turis asing. Warna kain batik yang kusam dan lembut justru menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka yang bernostalgia. Batik jenis ini memang sulit ditemukan, karena dibuat secara alami dan tradisional.

Selain, kain mori dan malam/ lilin peralatan lain yang digunakan untuk membatik adalah canting, anglo, wajan kecil untuk memanasi malam, kipas, arang, gawangan untuk menyampirkan kain mori, bandul untuk pemberat kain mori yang disampirkan di gawangan, taplak untuk melindungi paha si pembatik agar tidak ketetesan cairan malam yang panas serta saringan malam.

Membatik mempunyai keasyikan tersendiri dan dapat dijadikan sebagai kerja sambilan disela-sela kesibukan lainnya. Khususnya batik tulis. Oleh karena itu bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menambah penghasilan, batik tulis merupakan alternative jawabannya tanpa harus meninggalkan rumah


Budaya yang unik kan? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar